Kisah Sate DJ, Kuliner Lokal Favorit Warga Bandung yang Tak Lekang oleh Teknologi
Bandung, October 2019 – Sate, siapa yang tak tahu dengan makanan tradisional yang ada sejak abad ke-19 ini? Ya, sate memang merupakan salah satu kuliner lokal favorit orang yang selalu menggugah selera.
Bagaimana tidak, aroma asapnya saja sudah membuat kita menelan ludah dan membuat perut berbunyi minta diisi. Apalagi jika sudah membayangkan sepiring sate yang masih mengeluarkan asap, ditaburi irisan bawang goreng, kecap, potongan acar segar, olahan sambal pedas, dan dihidangkan dengan nasi atau lontong saat sore atau malam hari. Lalu dilengkapi dengan secangkir teh manis hangat! Selain enak, olahan daging ini sangat cocok disantap bersama teman maupun keluarga.
Di zaman kiwari, sate tidak hanya disajikan pedagang keliling maupun kaki lima. Di luar itu, sate dihidangkan di resepsi pernikahan, upacara adat, pertemuan tokoh, restoran kelas atas, bahkan ada rumah makan yang menu utamanya adalah sate. Hal ini menunjukkan bahwa kuliner lokal satu ini sangat diminati berbagai kalangan di Indonesia.
Salah satu rumah makan yang menu utamanya sate adalah Rumah Makan Sate DJ. Uniknya, rumah makan yang berada di Jalan Jenderal Sudirman nomor 276, Kota Bandung ini, hanya satu-satunya di Indonesia yang tidak membuka cabang, dan omzet setiap harinya rata-rata mencapai Rp23 juta dan sebulannya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Bagaimana bisa?
Pemilik Sate DJ, Muhammad Munip, menceritakan tentang perjalanan usaha sate keluarga yang berdiri sejak tahun 1984 ini. Awalnya, kata Munip, Sate DJ adalah sate Madura pada umumnya yang memakai bumbu kacang.
“Dari tahun 1984 itu masih sate biasa, masih sate ayam bumbu kacang. Baru pada 2004, kami ubah konsep. Dan sejak itu, Sate DJ dikenal dengan sate tanpa bumbu kacangnya. Bumbu kacang itu kami ganti dengan bumbu rahasia,” ujar Munip.
Daging yang diolah menjadi sate di Sate DJ terdiri atas tiga macam yakni ayam, kambing, dan sapi. Masing-masing menu tersebut berbumbu asin, asin pedas sedang, dan asin pedas banget. Selain sate, Rumah Makan Sate DJ menyediakan soto ayam.
Munip mengatakan, salah satu alasan dirinya tidak membuka cabang adalah untuk mempertahankan keautentikan Sate DJ. “Ya, jadi orang-orang cukup tahu saja bahwa Sate DJ hanya ada di Jalan Jenderal Sudirman Bandung, tidak di tempat lain.”
Dengan begitu, orang-orang akan berusaha menikmati langsung hidangan sate dari sumber utama. Hal itu diakui sebagai salah satu cara agar tetap memikat pelanggan setia.
Selain itu, ada juga rahasia lainnya, di mana Munip memaknai pelanggan bukan sebagai raja, melainkan keluarga. “Menurut saya pelanggan itu adalah keluarga. Jadi, kami memberikan kenyamanan untuk keluarga, sehingga keluarga itu tidak akan jauh-jauh. Hal itu kami terapkan dari segi pelayanan dan kenyamanan.”
Namun, Munip tidak menampik, saat ini teknologi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha kuliner. Cara-cara yang telah Munip lakukan harus dikolaborasikan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk bekerja sama dengan GrabFood agar dapat memasarkan produknya lebih luas melalui aplikasi Grab. Hal itu terbukti dengan meningkatnya omzet dan produksi sate dari Sate DJ.
“Waktu itu ada perwakilan dari tim GrabFood ke sini, menawarkan ke kami untuk bergabung. Saya tentu tertarik karena juga tidak ingin ketinggalan dengan usaha kuliner lain yang sudah bergabung ke layanan online,” ujar bapak satu anak ini.
Munip mengaku, sebelum bekerja sama dengan Grab, setiap harinya, Sate DJ hanya menjual 10.000 tusuk. Namun, setelah menjadi mitra merchant GrabFood, rata-rata 15.000 tusuk sate habis terjual dalam sehari.
Bisnis kuliner dengan aplikasi online, kata Munip, ternyata lebih menjanjikan. Berbagai perubahan positif ia dapatkan setelah bekerja sama dengan GrabFood.
“Perubahan paling terasa dari segi komersial. Pendapatan kami menjadi tambah tinggi. Jadi, ketika bergabung dengan GrabFood, omzet kami per harinya selalu naik. Dari GrabFood, omzet per hari saja sebanyak 50 – 60%. Sisanya penjualan dari dine-in,” ujar pria berusia 27 tahun tersebut.
Ini artinya, transaksi 9.000 dari total 15.000 tusuk sate berasal dari hasil kerja sama dengan GrabFood.
Beberapa menu Sate DJ pun sontak hits dalam aplikasi Grab, Salah satunya Sate Ayam Pedas Sedang. Menu tersebut diakui Munip sangat laku di GrabFood.
Keuntungan lainnya yang Munip rasakan, adalah banyak mitra pengemudi Grab yang terbuka dan menjalin komunikasi yang baik dengan para pegawai Sate DJ. Hal ini menunjukkan kesesuaian prinsip pelanggan adalah keluarga yang dijunjungnya.
“Dengan kami bergabung dengan Grab, banyak driver-driver yang jadi banyak di sekitar kami, kemudian mereka pun welcome terhadap kami. Selain itu, kami merasa diuntungkan pula dari sosialisasi mereka terhadap Sate DJ kepada pelanggan online,” tambahnya.
Rumah makan yang buka sejak pukul 17.00 WIB hingga 01.30 WIB ini, lanjut Munip, selalu penuh dengan antrean mitra pengemudi Grab. Oleh karena itu, dia menambah 5 pegawai yang khusus melayani pesanan dari pelanggan GrabFood.
“Sebelum kami bergabung dengan GrabFood ini, pegawai kami hanya ada 7 orang. Setelah bergabung dengan GrabFood, pegawai kami yang di Sate DJ bertambah hingga 5 orang. Mereka khusus mengerjakan pesanan untuk order online GrabFood,” ungkapnya.
Uniknya, 5 pegawai yang direkrut Sate DJ adalah lulusan pesantren dari lingkungan rumah Munip di Madura.
“Karena orang tua saya berasal dari Madura, pekerja itu kami ambil dari Madura semua. Alasannya lebih gampang dari segi komunikasi dan pemahaman juga. Jadi, kami ngambil dari daerah kami agar pelayanan dan komunikasi lebih optimal kepada pelanggan. Latar belakang mereka juga kebanyakan dari pesantren. 90 persen pegawainya kami orang-orang pesantren. Mereka yang lulus dari pesantren, yang di kampungnya menganggur, kalau misalnya itu masih saudara kami, itu kami ambil,” katanya.
“Dua hal itu, asli Madura dan lulusan pesantren, dipilih karena selain bekerja, sate DJ juga mengutamakan ibadah,” tambah Munip.
Di sisi lain, Munip mengakui, pengaruh aplikasi pesan-antar makanan seperti GrabFood, selain menguntungkan dirinya sebagai pengusaha, juga menguntungkan para pembeli.
“Bagus sekali dengan adanya order online seperti ini. Selain sangat membantu bagi resto, juga sangat efisien bagi pelanggan yang nggak sempat ke resto. Hal ini menjadi praktis bagi berbagai pihak,” jelasnya.
Munip adalah satu dari 5 juta wirausahawan mikro yang tergabung dalam platform Grab di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics di tahun 2018, mitra merchant yang bergabung dengan GrabFood rata-rata melihat peningkatan penjualan sebesar 25% dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp11 juta/bulan.