Bandung, Januari 2020 – Tak ada yang mudah dalam membangun bisnis jika tidak dibarengi dengan kesabaran dan ketekunan. Tak jarang, belum genap setahun, usaha sudah tinggal cerita. Jika Jenny, sang perintis bisnis roti “Manna Healthy Bakery”, hanya mengandalkan passion-nya, mungkin bisnisnya akan bernasib sama.
Jenny mengaku tidak memiliki latar belakang atau pengalaman berbisnis. Awal mula dirinya terjun ke bidang ini juga sangat tidak mulus. Jenny mengisahkan, setelah menikah tiga tahun lalu, dirinya langsung menjadi ibu rumah tangga. Namun, ia ingin tetap produktif dengan mencoba melamar pekerjaan, tapi masih kurang beruntung. Jenny juga sempat berbisnis baju dan buah-buahan secara online, tapi sayangnya juga tidak berjalan mulus.
Jenny mencari cara agar tetap produktif sebagai ibu rumah tangga, akhirnya ia memutuskan membuat roti dan kue, yang menjadi hobinya juga. Jenny yang gemar berolahraga, lantas membawa makanan buatannya ke gym tempat ia biasa berolahraga. Roti dan kue buatannya dia bagikan kepada teman-temannya.
“Awalnya cuma sekadar bagi-bagi. Ternyata bakery-nya banyak yang suka. Beberapa waktu kemudian, teman-teman saya mulai mesen, dan suka memaksa untuk di buatkan. Bahkan ada yang bilang ngidam banget. Akhirnya iseng-iseng deh dibikinin. Dari sana saya buat lagi. Bakery dan cake yang saya buat, saya upload di Instagram. Eh responnya banyak banget. Saya sampai enggak tidur tiga hari,” ujarnya sambil tertawa.
Roti dan kue buatan Jenny berbeda dari produk serupa. Jenny membuat roti dan kue dengan kualitas premium dan mementingkan unsur kesehatan bagi para penikmatnya. Bahan-bahan adonan roti dan kuenya rendah gula dan tidak menggunakan pengawet. Sangat bermanfaat bagi para pembeli.
Melihat adanya potensi bisnis ini, Jenny akhirnya fokus memproduksi roti untuk dijual sejak akhir 2018. Namun, di lima bulan awal berbisnis, Jenny mengaku banyak sekali dinamika yang terjadi. Dia hampir menyerah.
“Selama lima bulan awal, saya buat segala sesuatunya sendiri. Saya jadi admin, packing, bikin bakery dan cake-nya, pengiriman sama saya juga, semuanya sendiri. Jadi sempat ingin berhenti juga karena capek, tapi saya coba bertahan. Ternyata membuat usaha bakery tidak gampang. Awalnya yang saya tahu, bikin bakery itu cuma lewat oven sama mixer, ternyata semakin ke sini semakin banyak yang harus dibeli. Apalagi pakai uang sendiri,” kisah perempuan 25 tahun itu.
Tak hanya itu, di masa-masa itu, dia mengaku banyak menerima masukan dari pelanggan. “Ada pelanggan yang pertama pesan bilangnya ‘wah enak’. Kemudian pesan lagi, responnnya ‘kok gede banget’. Yang ketiga, ‘kok topingnya banyak banget’. Terus pas pesan empat kali, ‘kok topingnya dikit banget’. Tapi semua itu terus kami terima. Akhirnya setelah repeat order kesekian kalinya, dia tidak komplain lagi. Saya pikir dia juga merasa dihargai dan dilibatkan dalam pembuatan roti ini.”
Selain itu, karena Manna Healthy Bakery saat ini masih usaha rumahan, produksi sering terganggu dengan listrik yang mati, kurangnya air, dan sebagainya. “Banyak printilan yang tidak pernah saya pikirkan. Karena memang awalnya saya enggak ada basic di sini (bisnis). Sambil menjalani bisnis ini, saya banyak belajar, termasuk menyelesaikan permasalahannya satu per satu.
Salah satu masalah yang dihadapi adalah pengiriman roti dan kuenya kepada para pelanggan. Dulu, Jenny sempat memiliki kurir pribadi. Namun, karena pesanannya banyak dan pengirimannya tidak hanya ke satu tempat, akhirnya sejumlah pelanggan komplain karena roti yang dikirim sangat telat.
“Karena kejadian itu, kami memutuskan menggunakan GrabExpress untuk menjaga kepuasan pelanggan. Sejauh ini, bakery yang dikirim aman. Cepat juga nyampenya,” tuturnya. Fitur favorit Jenny adalah Multidestinasi, dimana dia bisa mengirim hingga 5 alamat berbeda dalam satu pemesanan. “Jadi saya bisa fokus ke bisnis dan tidak repot lagi tentang pengiriman. Apalagi, ada fitur Pelacakan Langsung dan Bukti Pengiriman yang membuat kita tahu kondisi barang saat diambil dan diterima pelanggan,” tambah Jenny.
Jenny pun mengatakan kiat-kiat agar usahanya terus bertahan. “Pertama, kita awalnya kan usaha kecil-kecilan. Apalagi lima bulan pertama, kalau mau produk laku, kita harus siap rugi. Tapi, saat-saat itu justru orang-orang sedang mengenali produk kita. Kedua, kita harus berani bikin menu baru. Balik lagi, bikin menu baru kan butuh biaya. Nah, di sana kesabaran benar-benar diuji,” ujarnya sambil tertawa.
Tak ayal, setelah berjalan setahun lebih, ‘Manna’ yang memiliki arti ‘roti dari surga’ telah memiliki 65 varian menu. Seluruh menu roti bergaya Eropa ini merupakan hasil riset dan produksi asli dari tangan Jenny.
Selain itu, kata Jenny, seluruh bahan bakunya merupakan bahan terbaik. “Kami sebisa mungkin menggunakan bahan premium. Saya selalu pakai grade A. Enggak peduli cuma untung 5% atau berapapun, yang penting mutu produk saya baik. Karena kalau sudah tahu rasa, orang pasti sudah bisa bedain mana yang baik, sehat, dan enak.”
Kini, dia dibantu 7 pegawai untuk memajukan bisnisnya. Dalam sehari, Manna Healthy Bakery bisa memproduksi lebih dari 100 roti dan 20 kue. Produknya pun sudah bisa dinikmati di Jakarta dan Bali.
Rencananya, pada Februari 2020, Jenny akan membuka toko rotinya di Bandung. Dia pun berharap ke depannya semoga pelanggannya semakin senang dan loyal, serta berharap dirinya terus menciptakan kreasi-kreasi yang disukai banyak orang.
“Sekarang setelah setahun, saya sudah tahu pola berbisnis secara online. Nanti ketika buka toko, saya akan belajar lagi (berbisnis melalui toko offline) dari awal. Lucu sih, seru,” pungkasnya.
Jenny adalah satu dari 5 juta wirausahawan mikro yang mampu mengembangkan usahanya setelah tergabung dalam platform Grab di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics di tahun 2018, mitra Today, food delivery has become yang bergabung dengan GrabFood rata-rata melihat peningkatan penjualan sebesar 25% dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp11 juta/bulan.
Khusus di kota Bandung, data menunjukkan Grab berkontribusi sebesar Rp 10.1 triliun pada tahun 2018. Kontribusi terbesar dihasilkan oleh GrabBike dengan nilai Rp 4,59 triliun, yang selanjutnya disusul oleh GrabFood dengan nilai kontribusi sebesar Rp 3,76 triliun. GrabBike dan GrabCar juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja di Kota Bandung. Sebelum bermitra dengan Grab, 38% mitra GrabBike, dan 39% mitra GrabCar tidak memiliki sumber penghasilan sama sekali.