Sheldon Cooper pernah bilang, chaos theory menunjukkan bahwa dalam sistem deterministic jika ada kebiasaan yang keluar jalur, perubahan sedikit apapun akan menimbulkan bencana dan hasil yang tidak bisa diprediksi. Menurutku, itu berlaku dalam resep makanan atau minuman yang sudah diturunkan sejak dulu, konsistensi resep adalah rahasia yang bisa membuat makanan atau minuman akan tetap diminati walau waktu sudah tergerus. Hal ini adalah gambaran yang tepat untuk resep makanan yang akan kukunjungi di daerah yang asing bagiku, Makassar.
Menyeberang mengunjungi pulau yang terkenal dengan alamnya yang indah, Sulawesi, tepatnya di Sulawesi Selatan. Nggak banyak pengalamanku di sini, tapi bukan berarti aku tak tertarik sama sekali. Melihat dari atas pesawat sudah terasa pantai dan gunung yang indah maha karya sang Agung. Kalau kata anak zaman sekarang, menurutku Makassar merupakan destinasi yang underrated, karena selain pemandangannya yang indah, wisata kulinernya benar-benar Indonesia banget. Bumbu rempah yang kental, gurih pedas yang punya cita rasa dalam, dan bahan makanan yang mungkin tak bersahabat bagi para vegetarian.
Sebelum aku berangkat ke sana, sudah terngiang banyak rekomendasi makanan. Salah satu makanan yang menurutku memiliki nama yang cute adalah Coto. Kalau di Jawa kan namanya Soto, ini Coto, seperti versi imutnya gitu. Meski namanya imut, tapi rasanya cukup garang. Tujuan utama perjalanan ini bukan karena Coto, tapi karena makanan lain yang tak kalah garang dari segi rasanya.
Sesampainya di sana, perjalanan menuju warung spesial ini cukup menyenangkan. Melupakan sejenak gedung bertingkat, lalu lalang kendaraan yang padat, dan polusi yang cukup bikin pengap, dari ibu kota tercinta kita semua. Kami menuju Jalan Serigala, dari namanya saja cukup garang bukan? Ingin menemui makanan yang tak kalah dari Coto, sebutannya adalah Pallubasa atau yang biasa disingkat Palbas. Orang Indonesia kan memang suka menyingkat sesuatu.
“Pallubasa Serigala” plank warna merah kecoklatan terpampang dari jauh, dihiasi oleh minuman dengan tagline “apapun makanannya minumnya tetap teh ini”. Warung Pallubasa Serigala ini ada dua tempat di kanan dan kiri jalan, mungkin saking ramainya jadi harus punya tempat ekstra. Masuk ke dalamnya, sudah terendus bau bumbu dari makanan yang akan kita santap, berjejer orang-orang yang sedang makan dengan lahap, dan pelayan yang langsung menyambut kita dengan sigap. Oh iya, tempat parkir di sini ternyata gak begitu bersahabat, jadi akan menjadi keputusan baik kalau pakai GrabCar saja.
Ternyata makanan Pallubasa ini bisa dikustom, mau nggak pakai bahan tertentu atau malah mau dicampur sama sesuatu yang kita suka. Cuma, karena ini pengalaman pertama memakan ini, jadinya aku pesan paket lengkap tanpa tapi. Sambil menunggu pesanan datang, kami mengobrol banyak hal. Dari tempat wisata di Makassar, sampai membahas tentang kebudayaan.
“Pengen ke pantai deh, udah lama gak ke sana.” gumamku kepada teman-teman lain. Kami bertiga memang suka pantai, terutama aku. Kadang tanpa memegang kamera atau ponsel, duduk di depan bibir pantai memejam mata dan membiarkan orkestra dari ombak melewati telinga adalah damai yang sesungguhnya. Mungkin setelah melahap Pallubasa, aku dan teman-teman akan menjajal pantai di Sulawesi Selatan ini.
“Silakan..” ucap sang pelayan dengan lirih dan disambut nampan dan makanan di atasnya yang diletakan ke atas meja kita. Aku menatap semangkuk kuah yang berisi daging ini dalam-dalam, memerhatikannya tanpa senjang, dan mengaduknya perlahan. Kuahnya jelas lebih kental jika dibandingkan si imut Coto, parutan kelapa juga terpampang di antara kuah dan dagingnya. Katanya, kuah dan daging ini juga dibalut oleh alas, kuning telur yang dicampur untuk menambah gurih yang terukur.
Ritual dimulai. Menambahkan sambal, mengaduk searah jarum jam, berdoa sebentar, lalu mengantarkan kuah, daging, dan sedikit nasi yang sudah bertengger di atas sendok ke dalam mulut perlahan. Tajam dan berani. Bukan, ini bukan tagline dari kepolisian, tapi rasa yang dihasilkan oleh Pallubasa. Untuk kamu yang suka dengan makanan berkuah kental dan rasa gurih yang tajam, Pallubasa akan sangat cocok sekali. Aku saranin tetap tambahkan alas agar cita rasanya seperti tinju Mike Tyson. Otentik Indonesianya berasa, rempah, parutan kelapa, dan bumbu lain menyatu dengan sempuran.
Puas adalah kata penutup setelah tanpa sadar semua yang ada di mangkuk dan piring sudah habis. Oh iya, penyajiannya cukup cepat loh, padahal sedang ramai. Tapi kalau memang lagi malas ke Jalan Serigala no. 54 ini, bisa pesan juga lewat GrabFood, apalagi kalau ada potongan diskon lebih lumayan lagi. Soalnya harganya sekitar Rp40.000 per porsi, lumayan juga walau sangat sangat worth it.
“Pallubasa Serigala ini udah ada dari 1987 lho.” temanku yang merupakan orang sini bercerita lebih tentang Pallubasa Serigala. “Resepnya benar-benar dari dulu sampe sekarang gak ganti, cuma ganti dari bahan dagingnya aja biar lebih dinikmati banyak orang.” lanjutnya.
Sudah banyak bukti di mana resep makanan yang teruji bertahun-tahun akan lebih dinikmati. Pernah lihat menu McD atau KFC yang ditambah hal-hal aneh bisa bertahan lama? Big Mac dan ayam KFC original saja yang dari dulu sampai sekarang bertahan. Sama seperti resep Pallubasa Serigala yang sudah bertahan bertahun-tahun, meski banyak Pallubasa di warung lain Pallubasa Serigala tak sedikitpun menumpulkan taringnya. Perubahan memang diperlukan, entah itu menjadikan sesuatu lebih baik atau malah sebaliknya. Tapi aku percaya, chaos theory mengajarkan kita bahwa meskipun sulit, mempertahankan akan menghasilkan sesuatu yang baik.
ALAMAT Jalan Serigala no. 54 Makassar, atau pesan di GrabFood
HARGA Kira-kira Rp40.000 per porsi
DETAIL Buka setiap hari dari pukul 10 pagi sampai 11 malam
MENU REKOMENDASI Pallubasa