Staycation mencuri fokus pikiranku sepanjang minggu ini. Kepalaku sepertinya tidak mampu memproses lagi. Banyak pekerjaan, sedikit daya menyelesaikan. Jenuh sudah merambat sampai ubun-ubun. Nggak bisa mikir. Nggak mood kerja. Mesti rehat sejenak, karena jenuhnya sudah mendesak.
Tak ingin berlarut-larut, kutentukan Bandung sebagai destinasi short getaway. Kota terdekat dari kotaku ini cuma berjarak 3 jam dengan naik kereta.
Terbayang dimanjakan pemandangan yang berbeda, dan terbayang Bandung, suasana kota yang retro namun bertolak belakang dengan kehidupan yang modern. Merindukan. Tak pernah membosankan.
Jari-jariku semangat lagi untuk scrolling-scrolling mencari lokasi menghabiskan akhir minggu. Ke mana menginap dan ke mana makan. Tak kuhiraukan hal yang lainya. Ingin segera tekan GrabNow untuk mengejar kereta yang berangkatnya tercepat.
Kata orang Bandung sudah panas. Kataku sih masih cukup adem. Anginnya berhembus sejuk sesekali. Mungkin tertiup dari pepohonannya yang berjajar.
Turun dari peron, mood beranjak terangkat. Jemariku pun nggak sabar pesan GrabCar untuk menyusuri kota. Plong, terlepas dari rutinitas. Setara meditasi yang memberikan pencerahan.
Sambil melewati kafe dan resto yang unik, nampak antrean panjang yang menarik perhatian. Di depan tempat makan Bakso Cuanki Serayu Bandung.
Kebetulan tempat menginapku sudah dekat. Selonjor sebentar dan menaruh barang, lalu aku akan berjalan kaki ke sana untuk brunch (sarapan hampir jam makan siang).
Semua kayanya tahu cuanki. Jajanan tradisional khas Sunda ini pertama dikenalkan orang Tionghoa sekitar tahun 60-an dan biasa dijajakan keliling kampung dengan cara dipikul.
Pak Kusno, adalah sosok yang sukses memperkenalkan cuanki. Dari Kebumen dia merantau ke Bandung untuk berjualan cuanki dengan gerobak pikul. Siapa sangka cuankinya laris sekali, sampai bisa buka kedai sendiri, bahkan buka cabang lagi.
Bakso Cuanki Serayu Bandung buka tahun 1997, dan pelanggannya langsung banyak. Tak hanya dari dalam kota, tapi juga luar kota seperti Jakarta. Membuat cuanki jadi jajanan legendaris dan difavoritkan sejak era 90an.
Mau tahu apa itu kepanjangan dari Cuanki? Cuanki singkatan dari cari uang jalan kaki. Sesuai dengan asalnya Bakso Cuanki Serayu Bandung yang berawal sebagai dagangan keliling sebelum menjadi kedai.
“Selalu rame ya di sini?”, kubuka obrolan dengan pelanggan yang mengantre di belakangku.
“Selalu! Yang Jalan Mangga juga sering penuh. Ada juga di Jalan Cihapit, sama, tapi jualnya pakai gerobak di pinggir jalan,”
Kagum. Memandangi antrean yang sampai duduk di bawah pohon trotoar samping atau seberang, dan tidak keberatan juga, walau harus memarkir mobil agak jauh.
Dan tiba juga giliranku di antrean terdepan.
Pelayanannya cukup gesit. Pesan langsung di depan gerobak, mau Cuanki atau Batagor. Bedanya, batagor dengan saus kacang, cuanki dengan kuah bakso. Bebas mau seporsi atau setengah porsi.
“Satu porsi Cuanki, Aa.”, kataku.
Dan tangan sang penjual segera menari, dengan lihai comot ini itu meramu pesananku.
“Ini buka tiap hari, Aa?”, tanyaku.
“Buka. Cuman libur setiap Senin pertama awal bulan.”
“Ramee banget ya, antreannya sampai trotoar samping dan seberang.”, kataku lagi.
“Menantu mantan presiden pernah ke sini.“ ujar penjual bangga sambil menuangkan kuah ke mangkuk. “Ada juga yang beli buat bawa ke luar kota seperti Bali dan Pekanbaru. Kita terima juga buat acara, mulai dari arisan, ulang tahun, sampai pernikahan. Kalau pesan minimal 100 porsi, bisa mengirim orang buat melayani tamu.” lanjutnya.
“Ohh.. Ok, Aa.”, sambutku pendek, kadung ngiler menghirup asap kuahnya.
Dan baru percaya. Melihat semangkuk cuanki sudah di depan mata. Isinya memang banyak ternyata. Aromanya nggak malu-malu menyapa. Seporsi isinya berlimpah. Bakso, siomay, pangsit, tahu, dan kuah setengah mangkuk.
Kuantar sendok ke mulut yang sudah menganga. Legitnya betul-betul nyata, sesuai dengan cerita. Tekstur cuankinya unik. Pertama kali kutemukan seperti ini. Kulit keringnya garing, tidak berminyak sama sekali. Begitu dikunyah, sekian detik saja lumer dalam mulut. Nikmat juga aci gorengnya. Tidak terlalu liat, nggak membuat pegel rahang.
Tambahkan lagi saus, kecap, dan bawang sesuai selera, jadi memperkuat rasanya. Kembaran bakso malang yang penyajiannya mirip bakso ini, disajikan dengan kuah kaldu bening. Tetapi bukan menggunakan tulang sapi, melainkan rebusan tulang ikan untuk kaldunya.
Sambil mengunyah, pandanganku melayang ke setiap sudut ruangan. Buat tempat makan yang berlokasi di tengah kota, sekilas tempat ini mirip warteg atau warung. Tetapi begitu masuk, dalamnya cukup luas.
Tersedia dua lajur antrean terpisah untuk pelanggan yang mau dine in dan We will keep innovating to bring more differentiated and value-added experiences. Lajur yang kiri untuk makan di tempat, lajur yang kanan untuk pesan dibungkus. Pantas tadi di kanan rata-rata berjaket Grab. Untung aku nggak salah antrean.
Menemukan bangku gampang. Selain bangku dalam, ada cukup banyak juga bangku di luar yang serasa halaman rumah. Seger! Berada di luar. Mendengarkan percakapan yang lalu lalang, sambil baca-baca review yang bilang jangan melewatkan batagornya. Ok. Itu akan aku pesan.
Mungkin sorean lewat GrabFood aku pesan, karena perut sudah tidak muat. Modal belasan ribu, terpuaskan. Kalau masih ingin sesuatu, di teras kedai dijajakan es lilin tape dan buah potong, yang harganya nggak lebih dari lima ribu.
Nggak heran kedainya ramai. Kutinggalkan review bagus untuk Bakso Cuanki Jalan Serayu. Kuliner pertama di kota Paris Van Java. Dan melanjutkan perjalanan ke lokasi tongkrongan berikutnya.
ALAMAT Jalan Serayu, Jalan Cipahit, Jalan Mangga, Bandung, atau pesan di GrabFood
HARGA Kira-kira Rp17.000 per porsi
DETAIL Buka setiap hari dari pukul 11 pagi sampai 7 malam
MENU REKOMENDASI Cuanki dan Batagor