Tak ada seorang pun yang senang menumpang kendaraan yang melonjak-lonjak. Oleh sebab itu, di Grab, kami berusaha membantu mitra pengemudi kami untuk memahami cara mereka mengemudi sehingga mereka bisa menjadi pengemudi yang lebih baik.
Dengan mengumpulkan data GPS, giroskop, dan akselerometer dari aplikasi kami selama perjalanan Grab, kami mampu menyajikan laporan telematika mingguan kepada mitra pengemudi kami tentang pola mengemudi mereka seperti kecepatan, akselerasi, dan pengereman sehingga mereka tahu apa yang harus mereka perbaiki.
Cara mengemudi di berbagai wilayah mengalami peningkatan secara signifikan sejak peluncuran telematika pada bulan Maret tahun lalu.
Pada bulan Juli 2017, jumlah rata-rata perilaku mengebut adalah 0,7 per 100 kilometer. Hingga bulan Juli tahun ini, angka tersebut telah turun 64%. Sama halnya dengan perilaku mengebut, jumlah rata-rata perilaku mengerem dan menginjak pedal gas mendadak per kilometer telah berkurang masing-masing 23% dan 50% dari tahun ke tahun.
Pengereman dan akselerasi mendadak adalah pengalaman tidak menyenangkan bagi penumpang. Perilaku tersebut juga berhubungan eratdengan perilaku mengemudi yang tidak aman seperti mengemudi terlalu dekat di belakang kendaraan lain, cara mengemudi yang agresif dan kehilangan fokus di jalan.
Selanjutnya, ketika pengemudi mengerem atau menginjak gas terlalu keras dan cepat dari yang dibutuhkan, mereka akhirnya membuang lebih banyak bahan bakar serta merusak rem dan tapak ban. Dikenal dengan julukan “Sindroma Kaki di Depan”, perilaku mengemudi yang tak disukai itu terbukti mengeluarkan gas yang lebih berbahaya dan juga mencemari lingkungan.
“Pengemudi melihat laporan telematika ini sebagai salah satu alat praktis yang membantu mereka untuk menjadi pengemudi yang lebih baik. Mereka merasakan manfaat langsungnya ketika mereka dapat menghemat uang dengan menjadi lebih efisien dalam menghabiskan bahan bakar dari waktu ke waktu,” jelas Nicholas Chng, Kepala Keamanan dan Keselamatan di Grab.
Dengan melacak data telematika dan mengamati pola mengemudi, kami juga menjadi lebih mampu memberikan pelatihan proaktif kepada mitra pengemudi jika diperlukan.
Laporan telematika ini adalah bagian dari inisiatif ‘Roadmap Teknologi Keselamatan Setiap Hari’ kami yang lebih luas, mencakup pengukuran spesifik dengan tujuan mengubah kebiasaan berkendara aman mitra pengemudi, contohnya pemantauan tingkat kelelahan pengemudi untuk mendorong perubahan perilaku jangka panjang.
Meningkatkan standar keselamatan berkendara di ASEAN
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 25 persen dari total jumlah kecelakaan lalu lintas yang fatal di dunia terjadi di Asia Tenggara (menurut WHO termasuk Indonesia, Myanmar, dan Thailand). Sementara itu, wilayah Pasifik Barat (termasuk pula Malaysia, Singapura, Filipina, Kamboja, dan Vietnam) memiliki jumlah cedera fatal akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi di dunia.
Namun, tingkat kematian akibat kecelakaan sangat bervariasi di wilayah ASEAN. Sebagai contoh, tingkat kematian per 100.000 jumlah populasi di Malaysia dan Thailand adalah lima kali lebih tinggi dibandingkan di Singapura. Sementara di Indonesia, terdapat 28.297 kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2014 yang mewakili 3 persen dari PDB yang hilang[1].
Mengacu pada fakta tersebut, kami telah bermitra dengan lembaga pemerintah di seluruh Asia Tenggara untuk mengembangkan beragam i program yang dibuat untuk mengatasi masalah keselamatan utama mereka.
Beragam inisiatif yang bertujuan untuk mengubah perilaku manusia seperti laporan telematika saat ini sudah mulai membuahkan hasil. Meskipun jarak yang ditempuh oleh pengemudi Grab di Indonesia tahun ini bertambah dua kali lipat dari tahun lalu, tetapi jumlah rata-rata kecelakaan karena mengebut justru turun 76%–sebuah perbaikan terbesar di wilayah ini. Sementara itu, jumlah rata-rata perilaku menginjak gas dan mengerem mendadak per kilometer juga turun masing-masing sebanyak 51% dan 25%.
Mengukur seberapa baik seseorang mengemudi lewat ponsel pintar
Penggunaan data telematika dari ponsel pintar masih merupakan hal yang baru sehingga kami harus menciptakan algoritma untuk mengukur indikator perilaku mengemudi yang tidak aman dari nol.
Pertama, kami membuat sebuah daftar statistik deskriptif atau “fitur” yang kami anggap mengindikasikan perilaku mengemudi yang berbahaya. Sebagai contoh, mengemudi dengan kecepatan tertentu di atas batas yang berlaku secara nasional dapat dianggap sebagai perilaku mengebut sehingga bisa dikategorikan sebagai tidak aman. Memakai model pembelajaran mesin, fitur-fitur hipotesis ini lalu dapat divalidasikan terhadap data dari serangkaian perjalanan yang ditandai oleh penumpang sebagai perilaku mengemudi berbahaya dan telah dikonfirmasi berbahaya setelah diinvestigasi oleh Grab. Tahap ini dilakukan untuk memastikan semua fitur dapat secara jelas mengindikasikan perilaku mengemudi tidak aman.
Dengan hadirnya algoritma ini, kami saat ini dapat secara efisien memproses data GPS dalam jumlah sangat besar dari mitra pengemudi kami.
“Hal ini terdengar seperti sesuatu yang umum, namun hasil investigasi kami menunjukkan bahwa para penumpang menghargai perjalanan dengan perilaku mengemudi yang aman. Perjalanan yang termonitor oleh model keamanan telematika kami sebagai perjalanan aman telah secara signifikan mendapatkan rata-rata nilai rating lebih tinggi dibandingkan perjalanan yang termonitor sebagai kurang aman. Perjalanan yang aman akan memiliki kejadian pengereman dan akselerasi mendadak serta perilaku mengebut yang lebih sedikit,” ujar Nicholas.
“Keselamatan di jalan terus menjadi sebuah hal yang sangat penting bagi kami dan kami menggunakan telematika untuk meningkatkan keselamatan secara proaktif sehingga para penumpang dapat mencapai tujuan mereka dengan nyaman dan aman.”