Mengingat kembali ke masa kami di universitas tempat kami bertemu, kami berdua mengambil kelas Business at the Base of the Pyramid (BBOP) dan sangat terinspirasi oleh kisah
Lapdesk, sebuah perusahaan sosial nirlaba (FOPSE) yang didedikasikan untuk mengatasi permasalah kekurangan meja kelas di sekolah-sekolah umum.
Studi kasus dan BBOP ini membuat kami sadar bahwa bisnis dapat menciptakan keuntungan ganda, yaitu memberikan keuntungan dan dampak sosial pada saat yang bersamaan, dan memicu mimpi kami untuk membangun perusahaan yang akan menjadi kekuatan bagi beragam kebaikan di rumah kami, Asia Tenggara.
Kami memulai sebagai perusahaan ride-hailing, membantu pengemudi mendapatkan penghasilan, dan hal ini membuka mata kami untuk melihat jutaan wirausahawan: pengemudi tuk tuk di Phnom Penh, penjual ikan di pasar, penjual nasi ayam di Chinatown yang sudah kami kenal selama 20 tahun terakhir.
Dengan lebih dari 70 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Asia Tenggara, mempekerjakan lebih dari 140 juta orang dan mencakup 99% dari semua bisnis di kawasan ini, wirausahawan adalah fondasi ekonomi kami dan alasan Grab memperluas layanannya menjadi superapp untuk jutaan wirausahawan.
Dengan Grab Way sebagai landasan kami, kami tidak hanya membantu mereka untuk menambah penghasilan, tetapi juga memungkinkan mereka untuk mendapatkan penghasilan sesuai dengan pilihan dan aspirasi hidup mereka; baik itu menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga, menjadi pemimpin dalam hidup mereka dan dapat menetukan takdir mereka sendiri, atau memberikan platform yang membuka peluang baru untuk berkembang. Hal ini lebih dari sekedar mendapatkan penghasilan. Ini adalah tentang pemberdayaan ekonomi.
Meskipun kami telah memberikan dampak pada masyarakat, perjalanan kami masih panjang. Pertama, di saat kami telah memberikan kontribusi untuk membantu wirausahawan menemukan kehidupan yang bermanfaat bagi mereka, banyak juga yang masih hidup dari penghasilan hari ke hari dan belum membangun fondasi keuangan untuk menghadapi guncangan ekonomi yang akan datang.
Kedua, kemajuan teknologi mempercepat laju inovasi, dan sebagian besar wirausahawan ini berjuang untuk mengikutinya. Tanpa bantuan yang cukup, teknologi yang seharusnya digunakan untuk memberdayakan komunitas ini malah akan meminggirkan mereka.
Kedua hal ini menyebabkan sebagian besar populasi di kawasan ini berisiko dan rentan terhadap faktor ekonomi makro.
Tetapi jika kita dapat meyakinkan para wirausahawan ini untuk terus memiliki tempat dan peran di lingkup ekonomi, serta membekali mereka dengan alat dan keterampilan untuk terus menjadi aspek penting dalam perkembangan wilayah, kita dapat mencegah masa depan yang pesimis tersebut, dan memungkinkan kemajuan bersama. Tidak hanya mereka, tetapi untuk semua orang dalam ekosistem mereka.
Jadi untuk saat ini dan selama hal di atas terus berjalan, misi Grab adalah memajukan Asia Tenggara dengan menciptakan pemberdayaan ekonomi bagi semua masyarakat—karena setiap orang harus memiliki pilihan untuk mengejar kemajuan ekonomi bagi diri mereka sendiri.
Anthony dan Hooi Ling